Tampilkan postingan dengan label luar negeri. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label luar negeri. Tampilkan semua postingan

Senin, 18 April 2016

Politik Pemerintahan Indonesia Ke Luar Negeri Di Bawah kepemimpinan Presiden Jokowi

Enam bulan setelah menjabat, Presiden Indonesia Joko Widodo mulai menjauh dari para pendahulunya dalam hal kebijakan luar negeri.
Asian African Conference in Jakarta
Presiden Joko Widodo, atau yang akrab di sebut sebagai Jokowi, mengkritik PBB dan Dana Moneter Internasional pada Konferensi Asia Afrika beberapa waktu lalu di Jakarta. Jokowi berjanji akan meningkatkan anggaran pertahanan, memerintahkan kapal asing disita untuk penangkapan ikan ilegal untuk dihancurkan, dan menolak untuk mengampuni dua penyelundup narkoba Australia menghadapi regu tembak, menyebabkan hubungan antara negara menjadi sempat memanas.

Tindakan Jokowi ini kontras dengan motto mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari "satu juta teman dan nol musuh," di mana Indonesia terkesan memiliki profil rendah meskipun perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan negara keempat terpadat di dunia. Sementara Jokowi mungkin ingin Indonesia menjadi lebih terlihat, kebijakan luar negeri proaktif juga bisa mengalihkan perhatiannya dari agenda ambisius untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi di rumah.

Jokowi tampak santai dan percaya diri karena ia diapit oleh pemimpin China dan Jepang selama konferensi di Jakarta, karena ia menginginkan modal asing untuk membantu mendanai 7 persen target pertumbuhan ekonominya. Itu dibandingkan dengan pemanasan awal pada tahap regional
- termasuk KTT G-20 di Brisbane pada bulan November segera setelah ia menjabat
- di mana ia muncul seperti kurang nyaman dan berkata sedikit di depan umum.


Dalam karyanya pidato pembukaan pada konferensi Jakarta, Jokowi menyerukan reformasi PBB untuk lebih baik mengatasi "ketidakadilan global" dari pendudukan Palestina. Gagasan bahwa kesengsaraan ekonomi global hanya dapat diselesaikan dengan tiga pemberi pinjaman multilateral utama Barat yang dipimpin adalah gagasan "usang," katanya, dan negara-negara berkembang harus membangun tatanan ekonomi baru "untuk menghindari dominasi kelompok tertentu pada beberapa negara."

"Dengan gaya kepribadian Jokowi ini: langsung, blak-blakan dan terbuka, apa yang dia lakukan sekarang adalah antitesis untuk Yudhoyono," Tirta Mursitama, profesor hubungan internasional di Universitas Bina Nusantara di Jakarta, mengatakan melalui telepon. "Administrasi Jokowi ini tahu bahwa 'jutaan teman dan nol musuh' terdengar indah, tapi itu tidak mungkin. Berada di tengah-tengah dua raksasa daerah akan terlihat manis, tapi negara harus bersandar ke satu titik untuk mendapatkan lebih banyak manfaat. "

seruannya untuk tatanan ekonomi baru datang dari Indonesia yang berencana untuk bergabung Infrastructure Asia yang dipimpin China Investment Bank. pemberi pinjaman telah memperoleh dukungan dari lebih dari 50 negara termasuk AS sekutu Australia dan Inggris, meskipun ada upaya AS untuk berkampanye melawan itu. Bank-bank China akan memberi pinjaman Indonesia $ 50 miliar untuk proyek pembangunan, Rini Soemarno, Menteri BUMN, sempat mengatakan nya.

Jokowi juga telah memperkenalkan kembali hukuman mati bagi penyelundup narkoba setelah absen di bawah Yudhoyono. Brasil dan Belanda menarik duta besar mereka setelah Indonesia dieksekusi warganya pada bulan Januari. Presiden Brasil Dilma Rousseff menolak untuk menerima mandat dari utusan baru bangsa, menuju Indonesia untuk menarik duta besarnya.

Indonesia telah memerintahkan persiapan untuk eksekusi dua penyelundup narkoba Australia - Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, bagian dari kelompok yang dikenal sebagai Bali Nine - Australian Broadcasting Corp mengatakan, mengutip juru bicara jaksa agung Indonesia.

Yang membandingkan dengan retorika Jokowi yang mengingatkan kembali ke Soekarno, presiden pertama bangsa dan ayah dari ketua partai politik Jokowi, yang membantu memulai Konferensi Asia Afrika di Jawa Barat pada tahun 1955. Pertemuan disajikan sebuah front bersatu melawan kolonialisme dan meletakkan dasar untuk gerakan non-blok, kelompok negara tidak secara formal bersekutu dengan blok besar selama Perang Dingin.

Pidato Jokowi minggu waktu itu "menegaskan kembali ke jenis retorika yang sudah tidak terlihat sejak 1960-an, meskipun tanpa api Sukarno," kata Greg Fealy, seorang profesor di Universitas Nasional Australia di Canberra.

 "Saya rasa bahwa Jokowi adalah seorang pengamat yang sangat canggih peristiwa internasional, tetapi memiliki ide-ide yang kuat tentang bagaimana dunia bekerja." "Tidak ada yang meragukan bahwa dia yakin kebenaran dari pandangannya," kata Fealy melalui e-mail. "Tentu saja juga ada hubungannya dengan suasana hati saat nasionalisme  nya di Indonesia."

Copas Translate dari http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-04-23/indonesia-under-widodo-steps-away-from-zero-enemies-diplomacy

Kamis, 30 April 2015

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bicara blak- blakan soal utang Indonesia kepala lembaga- lembaga keuangan internasional. Ia menyebut, utang Indonesia masih saat ini gede Rp 2.600 triliun, baik utang bilateral ke negara-negara lain, maupun ke World Bank sama Asian Development Bank (ADB). “Ya kita blak-blakan saja, memang itu. Yang paling penting dihitung. Sebetulnya utang itu juga tidak apa-apa kok, jangan terus kita alergi utang, nggak. Utang itu tidak apa-apa asal dipakai untuk produktivitas, untuk hal- hal yang produktif,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada acara Pencanangan Program Pembangunan Sejuta Rumah untuk Rakyat serta Menyambut Hari Buruh Internasional 2015, di Ungaran, Jawa Tengah, Rabu (29/4). Menurut Presiden Jokowi, utang untuk membangun jalan boleh, untuk membangun jembatan boleh, untuk membangun perumahan boleh, untuk membangun pelabuhan, membangun airport boleh, itu produktif. “Tapi kalau kita pinjam, kemudian untuk subsidi BBM itu yang saya tidak, tidak, keliru kalau itu,” ujarnya. Negara Besar Sebelumnya Presiden Jokowi mengemukakan, tahun ini juga akan dimulai pembangunan kereta api cepat, yang selama ini hanya ada di Eropa, Jepang, dan China. Namun Presiden masih belum membuka jalur mana yang akan dibangun kereta api cepat itu.#Indonesia,#JawaTengah.#Semarang,#Ungaran,#LatePost,#KunjunganKerja,#Jokowidodo,#SalamTigaJari,#KabinetKerja,#Kerjakerjakerja,#Pencanangan,#Pembangunan,#ProgamPembangunanSejutaRumah,#Rumah,#Utang,#WorldBank,#AsianDevelopmentBank,#menteriKeuangan,#BambangBrodjonegoro

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bicara blak- blakan soal utang Indonesia kepala lembaga- lembaga keuangan internasional. Ia menyebut, utang Indonesia masih saat ini gede Rp 2.600 triliun, baik utang bilateral ke negara-negara lain, maupun ke World Bank sama Asian Development Bank (ADB). “Ya kita blak-blakan saja, memang itu. Yang paling penting dihitung. Sebetulnya utang itu juga tidak apa-apa kok, jangan terus kita alergi utang, nggak. Utang itu tidak apa-apa asal dipakai untuk produktivitas, untuk hal- hal yang produktif,” kata Presiden Jokowi saat memberikan sambutan pada acara Pencanangan Program Pembangunan Sejuta Rumah untuk Rakyat serta Menyambut Hari Buruh Internasional 2015, di Ungaran, Jawa Tengah, Rabu (29/4). Menurut Presiden Jokowi, utang untuk membangun jalan boleh, untuk membangun jembatan boleh, untuk membangun perumahan boleh, untuk membangun pelabuhan, membangun airport boleh, itu produktif. “Tapi kalau kita pinjam, kemudian untuk subsidi BBM itu yang saya tidak, tidak, keliru kalau itu,” ujarnya. Negara Besar Sebelumnya Presiden Jokowi mengemukakan, tahun ini juga akan dimulai pembangunan kereta api cepat, yang selama ini hanya ada di Eropa, Jepang, dan China. Namun Presiden masih belum membuka jalur mana yang akan dibangun kereta api cepat itu.#Indonesia,#JawaTengah.#Semarang,#Ungaran,#LatePost,#KunjunganKerja,#Jokowidodo,#SalamTigaJari,#KabinetKerja,#Kerjakerjakerja,#Pencanangan,#Pembangunan,#ProgamPembangunanSejutaRumah,#Rumah,#Utang,#WorldBank,#AsianDevelopmentBank,#menteriKeuangan,#BambangBrodjonegoro.

A photo posted by defna nobirianto putra (@defnaputra) on